INFO-PEMBEBASAN

Diterbitkan oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Jl. Utan Kayu No. 17 A, Jakarta

Homepage: http://www.peg.apc.org/~prdint1

 

 

PENOLAKAN TERHADAP DWI FUNGSI ABRI DAN "PENGAMANAN SWAKARSA"



Aksi menghalau para jendral agar kembali ke barak, semakin gencar. Tuntutan pencabutan Dwi Fungsi ABRI selama ini selalu menjadi tuntutan setiap aksi menolak Sidang Istimewa dan pengadilan terhadap Soeharto.

PB NU/ Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyikapi Dwi Fungsi ABRI dengan lebih moderat. Dalam statemennya yang dikeluarkan kemarin, NU/PKB menuntut Dwi Fungsi ABRI dicabut secara bertahap paling lambat 4 tahun. Sedangkan Dialog Nasional mengultimatum paling lambat 7 tahun.

Masalah Dwi Fungsi ABRI menjadi isu yang semakin hangat, dan akan menjadi bahasan yang cukup penting dalam SI MPR. Fraksi Golkar yang selama ini pendukung politik ABRI menyatakan menolak Dwi Fungsi ABRI
dalam arti menghilangkan anggota ABRI dari DPR. Sedangkan pihak militer sendiri menyatakan telah "mengurangi" peran sosial-politik ABRI. Panglima ABRI, Jend. Wiranto "mengurangi" peran sosial-politik ABRI dengan cara mengubah nama Kepala Staf Sosial Politik ABRI menjadi Kepala Staf Teritori (Kaster) ABRI.

Sedangkan penolakan "Pengamanan Swakarsa" dilakukan oleh semua kalangan, seperti Megawati, Amien Rais, Gus Dur, dan juga Fraksi Golkar di DPR. "Pengamanan Swakarsa" telah menimbulkan ketegangan dimana-mana dan bentrokan fisik baik dengan aktvis pro-demokrasi maupun dengan rakyat. Para tokoh ini menolak "Pengamanan Swakarsa" karena khawatir terjadi chaos dan semakin banyak pertumpahan darah sehingga mengganggu proses reformasi damai.

"Pengamanan Swakarsa" merupakan pembaharuan mesin politik sipil yang dimiliki ABRI. Sudah berpuluh-puluh tahun ini ABRI mengorganisasi para kriminal dalam berbagai organisasi paramiliter untuk menteror rakyat dan oposisi. Akhir-akhir ini pula ABRI bekerjasama dengan kelompok Islam ultra-kanan untuk meneror rakyat, meneror aktivis, dan meneror kaum Islam Demokrat. Mereka inilah yang diduga kuat oleh banyak pihak sebagai pelaku pembantaian para kiai di Jawa Timur dengan menggunakan pakaian ninja. Dalam menghadapi Sidang Istimewa MPR ini, ABRI dan kelompok ultra-kanan secara bersama-sama membentuk "Pengamanan Swakarsa" yang disebut-sebut sebagai kelompok masyarakat yang mendukung Sidang Istemewa.

Akibat teror "Pengamanan Swakarsa" beberapa hari terakhir ini, Jakarta menjadi sangat tegang. Selama 2 hari aktivitas masyarakat menurun tajam, jalan-jalan lengang, terminal sepi, banyak karyawan kantor yang tidak masuk kerja, toko-toko tutup, dan sekolah diliburkan karena khawatir akan terjadi kerusuhan. Sementara itu, etnik Tionghoa yang selama ini menjadi sasaran tindak kekerasan mereka semakin ketakutan. Ribuan etnik Tionghoa selama dua hari terakhir mengungsi ke luar negeri, seperti Singapura dan Australia. Kedutaan Australia banyak menolak warga keturunan Tionghoa yang ingin mengungsi ke negaranya, dengan alasan pendaftaran visa sudah penuh. Sedangkan ribuan warga Tionghoa lainya yang kurang mampu mengungsi ke desa-desa di sekitar Jakarta dan Sumatera. Gubernur Jakarta Jend. Sutiyoso kepada salah satu media di Jakarta mengatakan bahwa warga Tionghoa yang mengungsi adalah pengecut.

Akhir-akhir ini militer tidak berani melakukan tindakan represi secara terbuka sebab mereka sedang terpojok secara politik. Jika tentara melakukan tindakan represi secara terbuka akan melahirkan reaksi semakin keras dan penolakan terhadap Dwi Fungsi ABRI semakin menguat dan mendapat dukungan yang lebih luas lagi. Saat ini militer selalu berusaha tampil ramah. Namun, dibalik keramahan semu itu, mereka melakukan teror gelap dengan mesin politiknya : kelompok-kelompok paramiliter.